PMII


Visi dasar PMII;

       Dikembangkan dari dua landasan utama, yakni visi keislaman dan visi kebangsaan. Visi keislaman yang dibangun PMII adalah visi keislaman yang inklusif, toleran dan moderat. Sedangkan visi kebangsaan PMII mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis, tolerans, dan dibangun di atas semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali.

Misi dasar PMII;

          Merupakan manifestasi dari komitmen keislaman dan keindonesiaan, dan sebagai perwujudan kesadaran beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini, PMII sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen keislaman dan keindonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material dalam segala bentuk

A. Cikal Bakal dan Proses Kelahiran PMII

        Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ) dilatarbelakangi oleh kemauan keras mahasiswa Nahdliyin unutk membentuk wadah organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusunnah Wal-Jama’ah. Hal ini tidak terlepas dari eksistensi IPNU – IPPNU, karena secara historisitas PMII merupakan mata rantai dari departemen perguruan tinggi IPNU yang di bentuk pada muktamar III IPNU di Cirebon pada tanggal 27-23 Desember 1958. Wacana mendirikan wadah yang dapat mengakomodir kebutuhan mahasiswa Nahdliyin sudah ada ketika muktamar II IPNU di pekalongan karena keberadaan IPNU yang masih muda berdiri pada tahun 1954 wacana itu terlalu di tanggapi dengan serius. Masih banyak pekerjaan lain yang lebih urgen. Seiring dengan perkembangan kebutuhan mahasiswa untuk mengatualisasikan diri, mereka terus berjuang untuk mewujudkannya.
          Puncak perjuangan untuk mendirikan organisasi mahasiswa Nahdliyin ini adlah ketika IPNU mengadakan konfernsi besar di kaliurang Yogyakarta pada tanggal 14-17 Maret 1960 hingga akhirnya de bentuk tim khusus yang terdiri dari 13 orang untuk mengadakan musyawarah mahasiswa NU di surabaya pada tanggal 14-16 April 1960 dalam tempo satu bulan setelah keputusan di kaliurang.
Adapun 13 sponsor pendiri organisasi PMII adalah :

1. Cholid Mawardi ( Jakarta )

2. Sa’id Budairy ( jakarta )

3. M. Shobic Ubaid ( Jakarta )

4. M. Makmun Syukri ( Bandung )

5. Hilman ( Bandung )

6. H. Ismail Makki ( Yogyakarta )

7. Munsif Nahrawi ( Yogyakarta )

8. Nuril Huda Suady ( Surakarta )

9. Laili Mansur ( Surakarta )

10. ABD. Wahab Jailani ( Semarang )

11. Hisbullah Huda ( Surabaya )

12. M. Cholid Narbuko ( Malang )

13. Ahmad Husain ( Makasar )

         Musyawarah yang dilaksanakan di kota pahlawan ini banyak tawaran yang dilontarkan untuk nama organisasi ini, yakni IMANU (Ikatana Mahasiswa Nahdlatul Ulama) usulan dari delegasi jakarta, Persatuan Mahasiswa Sunni dari Yogyakarta, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dari
         Bandung dan Surabaya. Dari ketiga usulan tersebut, nama PMII lah distujui oleh forum, tepat tanggal 17 April 1960 (21 Syawal 1379 H) dalam musyawarah di Surabaya. Ide dasar pendirian PMII adalah murni dari pemuda NU itu sendiri yang berpegang teguh pada janji NU. Hal ini mununjukkan PMII memiliki kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita, bahkan pola berpikir, bertindak, dan berperilaku, sehingga PMII tidak hanya sebatas petimbangan praktis semata. Mengetahui makna PMII sendiri mulai dari kata “PERGERAKAN”. Makna tersebut bagi PMII melambangkan dinamika dari hamba ( makhluk ) yang senantiasa bergerak menuju tujuan sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ke Tuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada didalam kualitas tinggi yang mempunyai identitas dan eksitensi diri sebagai khilafah fil ardh. Dalam konteks individual, komunitas, maupun organisasi, perwujudan tanggung jawab memberikan rahmat pada lingkungannya.
       Term “MAHASISWA” yang terkandung dalam PMII menunjukkan pada golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai kebebasan dalam berfikir kritis terhadap kemampuan struktur yang menindas. Di samping itu, mahasiswa ala PMII adalah sebagai insan religius, insan akademik, insan sosial dan insan mandiri. Kata “ISLAM” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama pembebastas ketimpangan sistem yang ada terhadap fenomena realitas sosial dengan paradigma Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang melihat ajaran agam islam dengan konsep pendekatan yang proporsional antara Iman, Islam, dan Ihsan. Hal ini tercermin dalam pola pikir dan perilaku yang selektif, akomodatif dan integratif. Sedangkan makna dari kata  
INDONESIA” yang terkandung dalam PMII adalah masyarakat bangsa dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah ideologi bangsa (Pancasila) dan UUD 45 dengan kesadaran akan kebutuhan bangsa serta kesadaran berwawasan nusantara.

B. Reformulasi dan Reorientasi Gerakan PMII

        Pergerakan merupakan suatu hal yang dinamis sesuai dengan zaman yang ada. Sehingga menjadi suatu hal yang lumrah apabila terjadi reformulasi gerakan. Gerakan PMII pada awalnya merupakan gerakan underbow NU baik secara struktural maupun fungsional, karena pada waktu itu situasi politik masih panas. Organisasi-organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan kekuatan partai politik untuk sepenuhnya menyokong dan mendukung kemenangan partai. Maka gerakan PMII masih cenderung berbau politik praktis hungga tahun 1972. Keterlibatan PMII dalam dunia politik praktis yang terlalu jauh dalam pemilu 1971 berakibat kemunduran dalam segala aspek gerakannya. Beberapa PMII di daerah pun mendapat imbas buruknya. Kondisi ini membawa pada penyadaran untuk mengkaji ulang orientasi gerakan selama ini, khususnya keterlibatan dalam dunia politik praktis. 
        Selanjutnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis orde baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to camus serta organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. Setelah melalui perbincangan yang mendalam, maka pada musyawarah besar tanggal 14-16 juli 1972, PMII mencetuskan deklarasi independen di munarjati, lawang, Malang jawa Timur. 
        Deklarasi ini kemudian di kenal dengan Deklarasi Munarjati. sejak saat itu, PMII sebagai organisasi independen tanpa harus berpihak pada parpol apapun. Independensi gerakan ini terus dipertahankan dan kemudian di pertegas dalam “ Penegasan Cibogo” pada tanggal 8 Oktober 1989.      
         Bentuk independensi merupakan respon terhadap pembangunan dan modernitas bangsa, dengan menjunjung tinggi nilai etik dan moral serta idealisme yang dijiwai oleh ajaran Islam yakni Aswaja. Reformulasi gerakan PMII kemudian dilakukan dalam kongres X PMI pada tanggal 27 Oktober 1991 di asrama haji pondok gede Jakarta. Pada kongres tersebut, keinginan untuk mempertegas kembali hubungan PMII dengan NU melahirkan pernyataan “Deklaarasi Independensi PMI NU”.
Penegasan hubungan ini didasarkan pada pemikiran sebagai berikut :

  1. Adanya ikatan historisitas yang secara erat memperautkan PMII dan NU. Keorganisasian PMII yang independen hendaknya tidak di pahami secara sempit sebagai upaya untuk mengurangi atau menghapus arti ikatan hitorisitas tersebut.
  2. Adanya kesamaan paham keagamaan dan kebangsaan. Bagi PMII dan NU, keutuhan komitmen ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an merupakan perwujudan beragama dan berbangsa.
C. Menata Gerakan PMII

       Perubahan-perubahan dalam sistem politik nasional pada akhirnya membawa dampak pada bentuk dinamika ormas-ormas mahasiswa termasuk PMII. Sikap kritir dibutuhkan untuk mendorong para aktivis PMIIsecara dinamis adalah sikap yang mampu merumuskan visi, pandangan dan cita-cita mahasiswa sebagai agent of sosial change. Pada era 1980-an PMII melakukan advokasi terhadap masyarakay serta menemukan kesadaran baru dalam menentukan pilihan dan corak gerakan. Ada dua momentum yang ikut mewarnai pergulatan PMII di sektor kebangsaan.

1. Penerimaan Pancasila sebagai asa tunggal.

2. Kembalinya NU ke khittah1926 pada tahun1984 ketika itu PMII mampu memposisikan peran yang cukup strategis karena :

a. PMII memberikan prioritas terhadap pengembangan intelektualitas.

b. PMII menghindari politik praktis dan bergerak di wilayah pemberdayaan civil society.

c. PMII mengembangkan sikap dan paradigma kritis terhadap negara.


       Namun, betapa pun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural–ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan benang memrah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain. Pada tahun 1958-an PMII juga melakukan reorientasi dan reposisi gerakan yang akhirnya menghasilkan rumusan nilai dasar pergerakan sepanjang tahu 1990-an PMII telah melakukan kegiatan-kegiatan diskursif terkait dengan isu-isu penting seperti Islam transformatif, demokrasi dan pluralisme, civil society , masyarkat komunikatif, teori kritik, dan post modernisme.
      Seiring naiknya Gus Dur menjadi presiden ke-empat indoneis, secara merta aktivis PMII mengalami kebingungan apakah civil society harus berakhir ketika Gus Dur yang selama ini menjadi tokoh dan simpul tali perjuangan naik ke tambuk kekuasaan. Dan ketika Gus Dur dijatuhkan dari kursi presiden, paradigma yang selama ini menjadi arah gerak PMII telah patah. Paradigma ini kemudian digantikan dengan paradigma kritis transformatif.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PMII"

Posting Komentar

POPULAR POSTS